,
PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ULAYAT ATAS TANAH MASYARAKAT HUKUM ADAT
mempunyai bentuk dan susunannya :
- Beo (kampung adat), merupakan bentuk wilayah tertinggi, final dan paling komprehensif, sehingga hampir semua masyarakat hukum adat saling terkait dan ketergantungan satu sama lain dalam suatu beo, bahkan dengan masyarakat hukum adat di kampung lain.
- Lingko adalah wilayah yang menjadi wilayah kelola untuk menunjang kelangsungan hidup dan kehidupan masyarakat hukum adat. Menyebut lingko di wilayah masyarakat hukum adat, Lingk terdiri dari :
- perkebunan masyarakat.
- padang rumput yang digunakan untuk pengembalaan ternak.
- wilayah hutan yang berukuran kecil.
- hutan, merupakan potensi alam yang banyak menyimpan sumber
- daya yaitu berupa air, berbagai jenis pohon, jenis hewan, udara dan lain sebagainya
Merebaknya konflik/sengketa pertanahan, secara internal terasa ringan apabila
hukum adat mempunyai kompetensi untuk menyelesaikan melalui ide komprominya,
namun apabila konflik/sengketa tersebut melibatkan masyarakat hukum adat dengan
pemerintah melalui kekuasaannya yang mendapat legitimasi formal, tentu saja bukan
suatu perkara mudah. Hal tersebut seperti konflik/sengketa yang pernah terjadi di wilayah
masyarakat hukum adat.
Faktor penyebab terjadinya konflik yaitu selain tidak adanya kesamaan konsep
mengenai tapal batas, juga berawal dari adanya penetapan suatu kawasan hutan yang
dilakukan secara sepihak oleh pemerintah, tanpa melibatkan masyarakat. Perambahan dan
perusakan hutan menjadi isu utama karena masyarakat masih menganggap bahwa, lahan
yang dijadikan lingko adalah hak mereka yang sudah dikuasai secara turun temurun,
walaupun sudah ditetapkan sebagai hutan lindung maupun hutan konservasi
Pengakuan dan Perlindungan Hukum Hak Ulayat Atas Tanah Masyarakat Hukum
Adat
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD”) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Lalu, Pasal 2 ayat (4) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”)
Pasal 3 UUPA memang terdapat istilah “hak ulayat dan hak-hak yang serupa dengan itu”. Dalam penjelasan Pasal 3 UUPA
Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat (“Permeneg Agraria No. 5 Tahun 1999”),
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. menandai dimulainya otonomi daerah yang didalamnya terdapat harapan pembangunan daerah sesuai dengan kepentingan dan kehendak daerah, serta merupakan harapan baru bagi pemberdayaan masyarakat hukum adat beserta hak-haknya. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya otonomi desa, yang secara eksplisit menegaskan desa dikembalikan kepada asal usulnya, yakni adat.
Demikian penjelasan/keterang singkat dari saya tentang PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ULAYAT ATAS TANAH MASYARAKAT HUKUM ADAT di atas semoga bermemfaat ya bagi teman semua sekian dari saya ,,,